Jakarta, Kompas—Pembahasan rancangan Undang-Undang tentang desa diharapkan tidak dipolitisasi dan dimanfaatkan oleh pihak mana pun. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan diharapkan lebih mengedepankan nilai-nilai kebangsaan dibandingkan dengan kepentingan pragmatis.
Kekhawatiran adanya politisasi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Desa (RUU Desa) tersebut disampaikan peneliti senior Institute for Research and Empowerment (IRE), Arie Sujito dalam acara Kenduri Warga untuk RUU Desa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kamis (4/7).
Kekhawatiran itu, antara lain, didasarkan pada belum diselesaikannya pembahasan RUU Desa hingga kini. Arie menduga ada pihak-pihak yang berupaya menghambat penyelesaian pembahasan RUU Desa. “Kami tahu persis, banyak kepentingan ternganggu kalau ada pembaharuan desa,”katanya.
Kepentingan yang dimaksud Arie, salah satunya adalah kementerian-kementerian yang mengalokasikan anggaran untuk desa. Selama ini, dana untuk desa tersebar di sejumlah kementerian.
Dana itulah yang rawan diselewengkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, apalagi menjelang pemilihan umum seperti ini. Anggaran desa bisa dimanfaatkan sebagai ajang kampanye bagi elite politik tertentu.
“Maunya pemerintah, kan, anggaran desa tetap sektoral di kementerian-kementerian. Dengan begitu, mereka bisa langsung bawa uang ke desa, bisa juga dengan mengajak (anggota) DPR,” ujarnya.
Oleh karena itulah, hingga saat ini, pemerintah belum bersedia menyerahkan data besaran anggaran semua kementerian yang dialokasikan untuk desa. Padahal, data tersebut dijadkan acuan bagi Panitia Khusus (Pansus) RUU Desa guna persentase APBN untuk desa.
Wakil ketua Pansus RUU Desa Budiman Sudjatmiko membenarkan, pemerintah belum juga menyerahkan data total anggaran kementerian untuk desa. Hal itulah yang menjadikan salah satu hambatan penyelesain pembahasan RUU Desa.
Selain itu, pemerintah juga belum sependapat jika anggaran desa dialokasikan dalam satu pos anggaran, seperti keinginan fraksi-fraksi di DPR. Alasannya, tidak ingin ada pos anggaran baru.
Padahal, sebenarnya pemerintah tidak perlu mengalokasikan pos anggaran baru. Pemerintah hanya diminta untuk memindahkan anggaran desa di kementerian-kementerian menjadi satu pos anggaran khusus desa.
Sementara itu, IRE berharap RUU Desa dapat segera diselesaikan. Pembahasan jangan sampai berlarut-larut karena dikhawatirkan kembali gagal disepakati, seperti pada pembahasan oleg DPR 2004-2009.
Ketua Pansus RUU Desa Ahmad Muqowwam menegaskan,, RUU Desa diupayakan disahkan secepatnya. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah segera menyerahkan data anggaran sektoral kementerian yang dialokasikan untuk desa.
Sebelumnya, Budiman mengatakan, RUU Desa ditargetkan disahkan pada 12 Juli mendatang. Saat ini masih ada dua masalah krusial yang belum disepakati, yaitu soal anggaran desa dan masa jabatan kepala desa.
Kekhawatiran itu, antara lain, didasarkan pada belum diselesaikannya pembahasan RUU Desa hingga kini. Arie menduga ada pihak-pihak yang berupaya menghambat penyelesaian pembahasan RUU Desa. “Kami tahu persis, banyak kepentingan ternganggu kalau ada pembaharuan desa,”katanya.
Kepentingan yang dimaksud Arie, salah satunya adalah kementerian-kementerian yang mengalokasikan anggaran untuk desa. Selama ini, dana untuk desa tersebar di sejumlah kementerian.
Dana itulah yang rawan diselewengkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, apalagi menjelang pemilihan umum seperti ini. Anggaran desa bisa dimanfaatkan sebagai ajang kampanye bagi elite politik tertentu.
“Maunya pemerintah, kan, anggaran desa tetap sektoral di kementerian-kementerian. Dengan begitu, mereka bisa langsung bawa uang ke desa, bisa juga dengan mengajak (anggota) DPR,” ujarnya.
Oleh karena itulah, hingga saat ini, pemerintah belum bersedia menyerahkan data besaran anggaran semua kementerian yang dialokasikan untuk desa. Padahal, data tersebut dijadkan acuan bagi Panitia Khusus (Pansus) RUU Desa guna persentase APBN untuk desa.
Wakil ketua Pansus RUU Desa Budiman Sudjatmiko membenarkan, pemerintah belum juga menyerahkan data total anggaran kementerian untuk desa. Hal itulah yang menjadikan salah satu hambatan penyelesain pembahasan RUU Desa.
Selain itu, pemerintah juga belum sependapat jika anggaran desa dialokasikan dalam satu pos anggaran, seperti keinginan fraksi-fraksi di DPR. Alasannya, tidak ingin ada pos anggaran baru.
Padahal, sebenarnya pemerintah tidak perlu mengalokasikan pos anggaran baru. Pemerintah hanya diminta untuk memindahkan anggaran desa di kementerian-kementerian menjadi satu pos anggaran khusus desa.
Sementara itu, IRE berharap RUU Desa dapat segera diselesaikan. Pembahasan jangan sampai berlarut-larut karena dikhawatirkan kembali gagal disepakati, seperti pada pembahasan oleg DPR 2004-2009.
Ketua Pansus RUU Desa Ahmad Muqowwam menegaskan,, RUU Desa diupayakan disahkan secepatnya. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah segera menyerahkan data anggaran sektoral kementerian yang dialokasikan untuk desa.
Sebelumnya, Budiman mengatakan, RUU Desa ditargetkan disahkan pada 12 Juli mendatang. Saat ini masih ada dua masalah krusial yang belum disepakati, yaitu soal anggaran desa dan masa jabatan kepala desa.
Sumber : Kompas, 6 Juli 2013